Rapat warga RT 6 Papringan selalu punya suasana yang akrab dan penuh canda tawa. Selain membahas agenda-agenda kampung, rapat rutin ini juga menjadi ajang silaturahmi yang kental dengan rasa kekeluargaan. Dan ada satu kebiasaan unik yang sudah jadi tradisi: setiap rapat, Pak Darwanto, sang seksi jimpitan, pasti buka “lapak” khusus untuk menerima setoran jimpitan yang bolong-bolong.
Di RT 6, warga sudah terbiasa mengisi jimpitan setiap malam dengan uang receh Rp500 yang diletakkan di pagar rumah pada tempat khusus. Tapi ya namanya manusia, kadang ada saja yang lupa naruh. “Maklum, kadang pas malamnya lupa, atau uang recehnya habis. Jadi pas rapat ini saya buka lapak, siapa yang merasa kurang setor jimpitan bisa langsung setor di sini.” ujar Pak Darwanto sambil terkekeh.
Lapak jimpitan Pak Darwanto ini malah jadi salah satu sesi yang ditunggu di tiap rapat. Tidak ada suasana kaku, semua berjalan santai. Warga yang punya ‘tunggakan’ jimpitan dengan datang mengikuti rapat sambil menyetor kekurangan.
“Targetnya sih per rumah itu Rp15.000 per bulan. Tapi ya, kadang ada yang bolong sehari dua hari. Nggak apa-apa, asal ingat buat nyicil di rapat.” tambahnya.
Hasil jimpitan ini menjadi andalan kas RT 6 untuk mendukung berbagai kebutuhan bersama, mulai dari pembangunan kecil, acara kampung, hingga persiapan tirakatan. Tradisi jimpitan ini memang sederhana, tapi punya makna besar tentang semangat gotong royong dan kepedulian antarwarga.
Di RT 6 Papringan, rapat warga bukan cuma soal musyawarah serius, tapi juga ajang guyub rukun. Dan berkat lapak jimpitan ala Pak Darwanto, kas RT tetap aman, semangat kebersamaan pun terus terjaga.